Sabtu, 19 Oktober 2013

"Badiri Sadang, Baduduk Sadang..."



Y.S. Agus Suseno

            Masyarakat Melayu punya peribahasa tentang pentingnya bertenggang rasa dalam pergaulan antarsesama manusia: di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Masyarakat Banjar (yang juga berunsur Melayu) punya peribahasa bermakna sama: badiri sadang, baduduk sadang (“berdiri bisa, duduk pun bisa”). Artinya, “orang baik adalah orang yang bisa menyesuaikan diri dalam pergaulan sehari-hari, dalam situasi dan kondisi apa pun, kapan pun, di manapun”.

Jumat, 11 Oktober 2013

"Nyanyian Tanpa Nyanyian", Kumpulan Cerita Pendek Pengarang Perempuan Kalimantan Selatan


NYANYIAN TANPA NYANYIAN

Kumpulan Cerita Pendek
Pengarang Perempuan Kalimantan Selatan


Anna Fajarona
Dewi Alfianti
Dewi Yuliani
Hudan Nur
Nailiya Nikmah JKF
Nonon Djazouly
Rismiyana
Ratih Ayuningrum
Syafiqatul Machmudah

Hak Cipta @penulis

Tahura Media, 03.08
Cetakan Pertama, Desember 2008

Penulis:
Anna Fajar Rona
Dewi Alfianti
Dewi Yuliani
Hudan Nur
Nailiya Nikmah JFK
Nonon Djazouly
Rismiyana
Ratih Ayuningrum
Syafiqatul Machmudah

Editor:
Y.S. Agus Suseno
Desain dan lukisan sampul:
Hajriansyah
Lay out:
Herry S.

Penerbit Tahura Media
Jalan Sultan Adam Nomor 46 C RT 16 Banjarmasin
Telepon (0511) 3302473, Faks. (0511) 3302472
E-mail: hajrian@yahoo.co.id

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Perpustakaan Nasional, Katalog Dalam Terbitan (KDT)
136 hlm.; 13 x 19 cm
Banjarmasin: Tahura Media, 2008
ISBN: 978-602-68414-03-6


SENARAI ISI
Prolog

Tiga Naskah Teater Monolog



2000 + 25 = S.O.S.!

 Monolog
Y.S. Agus Suseno


Di ruangan yang suram mencekam dan meruapkan bau kematian, seseorang datang dari masa lalu. Memantulkan jejak kelam masa silam, kesengsaraan seluruh umat manusia seakan tergambar di wajahnya. Tertatih-tatih menyeret sesuatu, memperlakukan benda itu seakan sebuah bangsa mempertahankan martabat dan kedaulatannya.

            Aku harus bicara. Ya, aku harus bicara. Tapi karena manusia tak dapat dipercaya, aku hanya akan bicara kepada Ning Diwata, kepada kalian: serunai bambu dan gendang yang tak lagi bertalu, gong dan giring-giring balian yang tak lagi berpadu, lalaya dan lilihi yang tak ada lagi. Semoga arwah para datu dan leluhur, yang kuburannya tergusur, mendengar... (Duduk, terengah-engah)