Ibramsyah
Amandit bin H.
Lawier dilahirkan di Desa Tabihi Kanan, Kelurahan Karang Jawa, Kecamatan Padang
Batung, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, 9 Agustus
1943. Di usia tujuh tahun (1950), ayahnya (anggota Polisi Tentara di kesatuan
Markas ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan) memboyong keluarganya bermukim di
bantaran sebelah barat Sungai Barito, Tamban. Di situ, ayahnya diangkat sebagai
Wakil Komandan Peleton CTN. Bekerja sebagai petani, perawat,
pecinta dan pemelihara bonsai. Puisinya dimuat dalam sejumlah antologi
puisi bersama yang terbit di Kalimantan Selatan. Buku kumpulan puisinya Badai Gurun dalam Darah (Penerbit Tahura
Media, Banjarmasin, 2009). Bermukim di Desa Sidorejo, Kilometer 7, RT V Nomor 129, Kecamatan
Tamban, Kabupaten Barito Kuala, contact
person 081349503031. Berikut 10 puisi yang
tahun lalu dikirimnya melalui SMS:
Ibramsyah Amandit
Lumpuh
Saat-saat lumpuhku
aku mendengar amarah
sebatang tongkat dahan jambu
di tanganku
ia mencari arti
hidupku
katanya; perbuatlah
segera ganti darah tubuhmu
semerah darah
tuhanmu!
hanya lantaran
takdirku saja
maka nasibku beserta
orang lumpuh sepertimu!
tahu kau, siapa
penyair di mataku?
cuma seorang pesolek
tukang rias
sekarang sibuk
menyisir rambut Firaun
di negeri Firaun!
Tamban, 13/1/2011, 06:59:06
Murid
Aku seorang murid
belajar hukum
kesalahan
karena kebenaran
sudah dikubur
oleh pencitraan
di negeri kami
Sebuah kata
kemerdekaan
telah dipotong-potong
menjadi bingka
dan kue dadar
menu bagi selera tinggi
kepuasan serigala
di pesta tanpa rakyat
negeri kami
Kenalkan...
inilah guru kami
pejabat haram itu
bapaknya perampok
lahir di luar nikah
usai pemilu pilkada
menzinahi ibu pertiwi
berkali-kali...
di negeri kami!
Tamban, 19/1/2011, 09:33:15
Kebenaran
Sesulit apa kebenaran
kau temui;
lihat, putih bulu
angsa tak perlu mandi berkali-kali!
Kebenaran; tapak
jejakan tiap langkah nabi
pintu pelarian istana
bagi Lao Tze
kebenaran setunjuk
jari ke langit anak gembala
tapi sekeras batu
untuk pengakuanmu
serawan tamu hati
karatan
tak sejawat untuk
senggolan
bagimu kentut dalam
ucapan!
Nanti tak sejarah
buta seperti kalian buta
tak bisu seperti
kalian bisu
Dengar tuturnya;
hutan belantara kami
kalian musnahkan, ya!
perut bumi banua kami
kalian luluh lantakkan, ya!
tangan-tangan
selingkuh khianati bangsa kami, ya!
pejabat
melipatgandakan kepentingan diri, ya!
Kepalsuan bersimbah
di kelopak mata,
tapi kalian pura-pura
berbuta-buta...
dusta berdesis
merajalela,
tapi kalian
bertuli-tuli kebalkan telinga...
Tapi sejarah tak bisu
seperti bisu kalian
tak buta seperti buta
kalian
kepada kami, borok
kalian tontonkan
kepada anak-cucumu,
culas najismu sejarah bacakan...
Tamban, 17/1/2011, 09:42:20
Sosok
Bila kau terlahir
jadi penyair;
anakku, jangan tidur!
terimalah beban
sejarahmu
di sepasang bibir;
kicaukan burung sorga
berbaur gemuruh
neraka
karena ucapanmu milik
abad akan datang
jangan baringkan
lidah di ilalang rebah
katakanlah...
cuma dirimu yang
menaklukkanmu
bukan si burung
beo...
Tamban, 14/1/2011
(SMS 16/1/2011, 14:13:42)
Leluhur
leluhur kata amat
tua;
ialah “bagaimana”
konon sayap pertama
dari unsur yang
bercahaya
akal manusia
ketika “bagaimana”
datang ke tuhan
lahir keindahan
ketika ia mendekap
diri
tumbuh cinta
ketika mula terbang
ke baharu cipta
lahir derita
persepsi, konsepsi
dan sangka-sangka
anak-anak awal juriat-nya
bumi pun tak lagi
sunyi olehnya
ia
menggunjang-ganjing dunia
memberi alat bertikai
sesama
pisau bermata dua;
damai
atau menusuk dirinya
kita dapatkan anugerah
kita dapatkan juga
susah
antara tenang dan
gelisah
antara kokoh di
rumah-rumah atau tangga-tangga yang patah
oo, persepsi,
konsepsi,
oo, sangka-sangka...
bila pemerintah brengsek
dapur kalian juga brengsek!
yaa, leluhur kata
turunlah;
yang kusut uraikan
lumpuh tegakkan!
Tamban, 12/1/2011, 07:35:16
Tahun Baru
Bila kau mencari kami
temui di perbatasan
ujung-ujung negeri
di tanah-tanah tandus
dan sunyi
ke pulau-pulau yang
pupus di alis laut pertiwi
pekabaran kami hanya
sesayup angin sore-sore;
di cuaca Jakarta
hari-hari garangmu;
wahai ibukota!
rawan kami sampai
sebatas tempias musiman
datang lalu beku di
ruang tunggu departemenmu
kami mendebu
jendela-jendela mobil pejabatmu
bila berkenan;
jumpalah kerabat kami
di kota-kota tangisan
tertindih di istana
buih air mata
jangan bertanya
tentang kuburan
tak ada kematian
antara kami
tiada tangan memisah
derita kami
setiap dahan bencana menindih nasib kami
tandan sejarah duka
abadi beban kami
tapi siapakah kau,
hai...
berisik di kalender
tahunan yang sesat
setia selalu datang
kaukah tamasya
keluarga luka?
atau suara tangan
yang menggarami perih
ataukah bisik-bisik
tuhan bersedih?
tuhannya rakyat kami
tuhan anak-anak
negeri
di negeri kami
Tamban, 2/1/2011
(SMS 3 Januari 2011, 23:02:27)
Perbaikan-Perbaikan
Kenanglah...
tapi jangan ketika
kendaraanmu terperosok
atau penumpang sedang
berebut di depan peron
Kenanglah...
dalam bayanganmu;
seisi rumah amat sepi
tanpa roh;
gedebak telapak kaki
anak cucu
Balau kota di benakmu
sudah tidur pulas sekali
bangku-bangku taman
ditinggal pergi
muncrat air mancur
terhenti
kran-kran kota tak
tambah menyegar cuaca
dan juga suasana
Kenanglah...
sisa hubungan tinggal
pada zero pamrih
Ah, kenangan ini cuma
boleh diangankan
sebelum sejumlah
orang saling merapat
sambil berdoa di
pinggir liang lahat!
Tamban, 21/12/2010, 21:08:19
Jawaban-Jawaban
Tak pernah ada
gerimis
yang turun cuma embun
attar dan ambar
badai, ah badai
itu...
desiran angin kuala
terlalu merasuk lautnya
usapan lembut
melebihi tangan rahmat pantai dunia apa pun
di tikar-tikar pandan
nyanyi membubung melebihi kata-kata pertobatan
butiran tasbih
menjelmakan keharuman napas pelangi tubuh senja
jangan sebutkan
kelumpuhan apapun
di kuala seluruh
jagat adalah jantera memekar kuntum
hari-hari tak pernah
menua
cahaya senja adalah
juga kilau ufuk bayi fajar berikutnya
itu itu jugalah, itu
itu sajalah...
melarut begitu hening
ia izzatullah wa qudratihi
tentu bagi jejak bola
mata di balik-balik karang
dan kalbu biasa
terlahir sebagai anak-waktu...
Tamban, 19/12/2010, 18:02:31
Sesuatu
sajak buat Hajri
Sesuatu seperti
menggantung
tiba-tiba aku pun
duduk
bersitegang dalam
diskusi
bersama seorang asing
tadi malam di
sampingku
dalam bahasa asing
kata-kata asing
ucapan-ucapan yang
tak kumengerti
melelahkan sekali!
Mengapa padaku sering
terjadi?
mungkin juga kau
alami?
Kecongkakan apa ini?
Mau mengorbit di
kasus-kasus
bukan dunianya
Mengembara ke wilayah
asing
bahasa debat tak
dipahami
tak disatukan arti
titik tak semakna
Apa pula inti-inti
yang asasi
selain sesuatu itu
yang kau gantung,
tuhanku
di mukaku...
rahasia-Mu itu!
Tamban, 18/12/2010, 10:36:00
Tikar Pandan
Akhirnya aku ke titik
nadir
pada kesunyian
mimpi-mimpi
angin yang luruh
sepi sekali
tak desiran yang sisa
Karpet tak
bermahligai
menyambut raja-raja
muda
yang
menggadang-gadang pemangku syahwat
berenang di secawan
tuak
Syukurlah aku
karena dapat pergi
enyah dari kemabukan
jamur ini: topeng-topeng budaya itu
atribut
mahligai
Paduka Yth.,
pencapaian
puncak-puncak fiktif, bual kemuliaan mereka
nasib-nasib rakyat
yang tersentak
dari kesuburan di
tanah kelahiran
Oo, sempurnakanlah
mangkuk air tawar ini
yang terkapar di
tikar pandan
tanpa keadaan
tak dengan keadaan
di antara
keadaan-keadaan
waktu pun tak
berwaktu
di sana di sini ialah
tak di mana-mana
Tikar pandan, tikar
pandan
kubaringi karpet
tuhan!
Tamban, 13/12/2010, 12:43:23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar