Rabu, 22 Februari 2012

Sepuluh Puisi SMS Ibramsyah Amandit


Ibramsyah Amandit bin H. Lawier dilahirkan di Desa Tabihi Kanan, Kelurahan Karang Jawa, Kecamatan Padang Batung, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, 9 Agustus 1943. Di usia tujuh tahun (1950), ayahnya (anggota Polisi Tentara di kesatuan Markas ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan) memboyong keluarganya bermukim di bantaran sebelah barat Sungai Barito, Tamban. Di situ, ayahnya diangkat sebagai Wakil Komandan Peleton CTN. Bekerja sebagai petani, perawat, pecinta dan pemelihara bonsai. Puisinya dimuat dalam sejumlah antologi puisi bersama yang terbit di Kalimantan Selatan. Buku kumpulan puisinya Badai Gurun dalam Darah (Penerbit Tahura Media, Banjarmasin, 2009). Bermukim di Desa Sidorejo, Kilometer 7, RT V Nomor 129, Kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala, contact person 081349503031. Berikut 10 puisi yang tahun lalu dikirimnya melalui SMS:



Ibramsyah Amandit

Lumpuh

Saat-saat lumpuhku
aku mendengar amarah sebatang tongkat dahan jambu
di tanganku

ia mencari arti hidupku
katanya; perbuatlah segera ganti darah tubuhmu
semerah darah tuhanmu!

hanya lantaran takdirku saja
maka nasibku beserta orang lumpuh sepertimu!
padahal aku mau jauhi penyair...

tahu kau, siapa penyair di mataku?
cuma seorang pesolek
tukang rias
sekarang sibuk menyisir rambut Firaun
di negeri Firaun!

Tamban, 13/1/2011, 06:59:06



Murid

Aku seorang murid
belajar hukum kesalahan
karena kebenaran sudah dikubur
oleh pencitraan
di negeri kami

Sebuah kata kemerdekaan
telah dipotong-potong
menjadi bingka
dan kue dadar
menu bagi selera tinggi
kepuasan serigala
di pesta tanpa rakyat negeri kami

Kenalkan...
inilah guru kami
pejabat haram itu
bapaknya perampok
lahir di luar nikah
usai pemilu pilkada
menzinahi ibu pertiwi
berkali-kali...
di negeri kami!

Tamban, 19/1/2011, 09:33:15



Kebenaran

Sesulit apa kebenaran kau temui;
lihat, putih bulu angsa tak perlu mandi berkali-kali!

Kebenaran; tapak jejakan tiap langkah nabi
pintu pelarian istana bagi Lao Tze
kebenaran setunjuk jari ke langit anak gembala
tapi sekeras batu untuk pengakuanmu
serawan tamu hati karatan
tak sejawat untuk senggolan
bagimu kentut dalam ucapan!

Nanti tak sejarah buta seperti kalian buta
tak bisu seperti kalian bisu
Dengar tuturnya;
hutan belantara kami kalian musnahkan, ya!
perut bumi banua kami kalian luluh lantakkan, ya!
tangan-tangan selingkuh khianati bangsa kami, ya!
pejabat melipatgandakan kepentingan diri, ya!

Kepalsuan bersimbah di kelopak mata,
tapi kalian pura-pura berbuta-buta...
dusta berdesis merajalela,
tapi kalian bertuli-tuli kebalkan telinga...

Tapi sejarah tak bisu seperti bisu kalian
tak buta seperti buta kalian
kepada kami, borok kalian tontonkan
kepada anak-cucumu, culas najismu sejarah bacakan...

Tamban, 17/1/2011, 09:42:20



Sosok

Bila kau terlahir jadi penyair;
anakku, jangan tidur!
terimalah beban sejarahmu

di sepasang bibir;
kicaukan burung sorga
berbaur gemuruh neraka

karena ucapanmu milik abad akan datang
jangan baringkan lidah di ilalang rebah

katakanlah...
cuma dirimu yang menaklukkanmu
bukan si burung beo...

Tamban, 14/1/2011
(SMS 16/1/2011, 14:13:42)



Leluhur

leluhur kata amat tua;
ialah “bagaimana” konon sayap pertama
dari unsur yang bercahaya
akal manusia
ketika “bagaimana” datang ke tuhan
lahir keindahan
ketika ia mendekap diri
tumbuh cinta
ketika mula terbang ke baharu cipta
lahir derita
persepsi, konsepsi dan sangka-sangka
anak-anak awal juriat-nya
bumi pun tak lagi sunyi olehnya
ia menggunjang-ganjing dunia
memberi alat bertikai sesama
pisau bermata dua; damai
atau menusuk dirinya
kita dapatkan anugerah
kita dapatkan juga susah
antara tenang dan gelisah
antara kokoh di rumah-rumah atau tangga-tangga yang patah
oo, persepsi, konsepsi,
oo, sangka-sangka...
bila pemerintah brengsek
dapur kalian juga brengsek!
yaa, leluhur kata
turunlah;
yang kusut uraikan
lumpuh tegakkan!

Tamban, 12/1/2011, 07:35:16



Tahun Baru

Bila kau mencari kami
temui di perbatasan ujung-ujung negeri
di tanah-tanah tandus dan sunyi
ke pulau-pulau yang pupus di alis laut pertiwi
pekabaran kami hanya sesayup angin sore-sore;
di cuaca Jakarta
hari-hari garangmu; wahai ibukota!
rawan kami sampai sebatas tempias musiman
datang lalu beku di ruang tunggu departemenmu
kami mendebu jendela-jendela mobil pejabatmu
bila berkenan; jumpalah kerabat kami
di kota-kota tangisan
tertindih di istana buih air mata
jangan bertanya tentang kuburan
tak ada kematian antara kami
tiada tangan memisah derita kami
setiap dahan  bencana menindih nasib kami
tandan sejarah duka abadi beban kami

tapi siapakah kau, hai...
berisik di kalender tahunan yang sesat
setia selalu datang
kaukah tamasya keluarga luka?
atau suara tangan yang menggarami perih
ataukah bisik-bisik tuhan bersedih?

tuhannya rakyat kami
tuhan anak-anak negeri
di negeri kami

Tamban, 2/1/2011
(SMS  3 Januari 2011, 23:02:27)



Perbaikan-Perbaikan

Kenanglah...
tapi jangan ketika kendaraanmu terperosok
atau penumpang sedang berebut di depan peron

Kenanglah...
dalam bayanganmu;
seisi rumah amat sepi
tanpa roh;
gedebak telapak kaki anak cucu
Balau kota di benakmu sudah tidur pulas sekali
bangku-bangku taman ditinggal pergi
muncrat air mancur terhenti
kran-kran kota tak tambah menyegar cuaca
dan juga suasana

Kenanglah...
sisa hubungan tinggal pada zero pamrih

Ah, kenangan ini cuma boleh diangankan
sebelum sejumlah orang saling merapat
sambil berdoa di pinggir liang lahat!

Tamban, 21/12/2010, 21:08:19



Jawaban-Jawaban

Tak pernah ada gerimis
yang turun cuma embun attar dan ambar
badai, ah badai itu...
desiran angin kuala terlalu merasuk lautnya
usapan lembut melebihi tangan rahmat pantai dunia apa pun
di tikar-tikar pandan nyanyi membubung melebihi kata-kata pertobatan
butiran tasbih menjelmakan keharuman napas pelangi tubuh senja
jangan sebutkan kelumpuhan apapun
di kuala seluruh jagat adalah jantera memekar kuntum
hari-hari tak pernah menua
cahaya senja adalah juga kilau ufuk bayi fajar berikutnya
itu itu jugalah, itu itu sajalah...
melarut begitu hening
ia izzatullah wa qudratihi
tentu bagi jejak bola mata di balik-balik karang
dan kalbu biasa terlahir sebagai anak-waktu...

Tamban, 19/12/2010, 18:02:31



Sesuatu
            sajak buat Hajri

Sesuatu seperti menggantung
tiba-tiba aku pun duduk
bersitegang dalam diskusi
bersama seorang asing
tadi malam di sampingku
dalam bahasa asing
kata-kata asing
ucapan-ucapan yang tak kumengerti
melelahkan sekali!

Mengapa padaku sering terjadi?
mungkin juga kau alami?
Kecongkakan apa ini?
Mau mengorbit di kasus-kasus
bukan dunianya
Mengembara ke wilayah asing
bahasa debat tak dipahami
tak disatukan arti
titik tak semakna
Apa pula inti-inti yang asasi
selain sesuatu itu
yang kau gantung, tuhanku
di mukaku...
rahasia-Mu itu!

Tamban, 18/12/2010, 10:36:00



Tikar Pandan

Akhirnya aku ke titik nadir
pada kesunyian mimpi-mimpi
angin yang luruh
sepi sekali
tak desiran yang sisa

Karpet tak bermahligai
menyambut raja-raja muda
yang menggadang-gadang pemangku syahwat
berenang di secawan tuak
Syukurlah aku
karena dapat pergi
enyah dari kemabukan jamur ini: topeng-topeng budaya itu
atribut
mahligai
Paduka Yth.,
pencapaian puncak-puncak fiktif, bual kemuliaan mereka
nasib-nasib rakyat yang tersentak
dari kesuburan di tanah kelahiran
Oo, sempurnakanlah mangkuk air tawar ini
yang terkapar di tikar pandan
tanpa keadaan
tak dengan keadaan
di antara keadaan-keadaan
waktu pun tak berwaktu
di sana di sini ialah tak di mana-mana
Tikar pandan, tikar pandan
kubaringi karpet tuhan!

Tamban, 13/12/2010, 12:43:23



Tidak ada komentar:

Posting Komentar